Sabtu, 17 Oktober 2015

MAKALAH HOLTIKULTURA PERKARANGAN, DAN TANAMAN OBAT-OBATAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Ditinjau dari potensi sumberdaya wilayah, sumberdaya alam Indonesia memiliki potensi ketersediaan pangan yang beragam dari satu wilayah kewilayah lainnya, baik sebagai sumber karbohidrat maupun protein, vitamin dan mineral, yang berasal dari kelompok padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani, kacang-kacangan, sayur dan buah serta biji berminyak.
Berdasarkan hasil susenas tahun 1999, realisasi konsumsi 4 (empat) kelompok pangan masih di bawah anjuran yaitu : umbi-umbian 46%, pangan hewani 31%, kacang-kacangan 47%, serta sayur dan buah 49%. Hal ini terjadi karena pendapatan masyarakat makin berkurang, baik daya beli maupun nominalnya, serta pengetahuan terhadap pangan dan gizi masih rendah.
Untuk meningkatkan gizi terutama pada gizi mikro masyarakat pada umumnya dan keluarga pada khususnya, dapat dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia dilingkungannya. Salah satu upaya pemberdayaan masyarakat tersebut di atas adalah dengan pemanfaatan pekarangan yang dikelola oleh keluarga tani-nelayan sehingga mudah untuk pemeliharaan dan pemanenan hasilnya.
Lahan pekarangan sudah lama dikenal dan memiliki fungsi multiguna. Fungsi pekarangan adalah untuk menghasilkan :

(1) bahan makan sebagai tambahan hasil sawah dan tegalnya;
(2) sayur dan buah-buahan;        
(3) unggas, ternak kecil dan ikan;
(4) rempah, bumbu-bumbu dan wangi-wangian;
(5) bahan kerajinan tangan;
(6) uang tunai.
Usaha di pekarangan jika dikelola secara intensif sesuai dengan potensi pekarangan, disamping dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga, juga dapat memberikan sumbangan pendapatan bagi keluarga. Dari hasil penelitian di Yogyakarta (Peny, DH dan Benneth Ginting, 1984), secara umum pekarangan dapat memberikan sumbangan pendapatan antara 7% sampai dengan 45%.

1.2 Manfaat
            Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu mahasiswa yang mengikuti mata kuliah Hortikultura agar dapat memahami tentang Manfaat dari Pekarangan

1.3 Tujuan
            Adapun tujuan dari makalah ini adalah agar mahasiswa mengetahui bagaimana Budidaya tanaman dipekarangan.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perkarangan
Pekarangan adalah sebidang tanah di sekitar rumah yang mudah di usahakan dengan tujuan untuk meningkatkan pemenuhan gizi mikro melalui perbaikan menu keluarga. Pekarangan sering juga disebut sebagailumbung hidup, warung hidup atau apotik hidup. Dalam kondisi tertentu, pekarangan dapat memanfaatkan kebun/rawa di sekitar rumah.
Pemanfaatan Pekarangan adalah pekarangan yang dikelola melalui pendekatan terpadu berbagai jenis tanaman, ternak dan ikan, sehingga akan menjamin ketersediaan bahan pangan yang beranekaragam secara terus menerus, guna pemenuhan gizi keluarga.
Participarory Rural Appraisal (PRA) adalah sekumpulan pendekatan dan metode yang mendorong masyarakat perdesaan untuk turut serta meningkatan dan menganalisis pengetahuan mereka mengenai hidup dan kondisi mereka sendiri, agar mereka dapat membuat rencana dan tindakan.
Menurut arti katanya, pekarangan berasal ari kata “karang” yang berarti halaman rumah (Poerwodarminto, 1976). Sedang secara luas, Terra (1948) memberikan batasan pengertian sebagai berikut:
“Pekarangan adalah tanah di sekitar perumahan, kebanyakan berpagar keliling, dan biasanya ditanami padat dengan beraneka macam tanaman semusim maupun tanaman tahunan untuk keperluan sendiri sehari-hari dan untuk diperdangkan. Pekarangan kebanyakan slng berdekaan, dan besama-sama membentuk kampung, dukuh, atau desa”.
Batasan pengertian ini, di dalam praktek masih terus dipergunakan sampai sekitar dua puluh tahun kemudian. Terbukti dari tulisan-tlisan Soeparma (1969), maupun Danoesastro (1973), masih juga menggunakan definisi tersebut. Baru setelah Soemarwoto (1975) yang melihatnya sebagai suatu ekosistem, berhasil memberikan definisi yang lebih lengkap dengan mengatakan bahwa:
“Pekarangan adalah sebidang tanah darat yang terletak langsung di sekitar rumah tinggal dan jelas batas-batasannya, ditanami dengan satu atau berbagai jenis tanaman dan masih mempunyai hubungan pemilikan dan/atau fungsional dengan rumah yang bersangkutan. Hubungan fungsional yang dimaksudkan di sini adalah meliputi hubungan sosial budaya, hubungan ekonomi, serta hubungan biofisika”. (Danoesastro, 1978).

2.2 Manfaat Dan Fungsi Pekarang
Ditinjau dari segi sosial budaya, dewasa ini nampak ada kecenderungan bawa pekarangan dipandang tidak lebih jauh dari fungsi estetikanya saja. Pandangan seperti ini nampak pada beberapa anggota masyarakat pedesaan yang elah “maju”, terlebih pada masyarakat perkotaan. Yaitu, dengan memenuhi pekarangannya dengan tanaman hias dengan dikelilingi tembok atau pagar besi dengan gaya arsitektur “modern”.
Namun, bagi masyarakat pedesaan yang masih “murni”, justru masih banyak didapati pekarangan yang tidak berpagar sama sekali. Kalaupun berpagar, selalu ada bagian yang masih terbka atau diberi pinu yang mudah dibuka oleh siapapun dengan maksud untuk tetap memberi keleluasaan bagi masyarakat umum untuk keluar masuk pekarangannya.
            Nampaknya, bagi masyarakat desa, pekarangan juga mempunyai fungsi sebagai jalan umum (lurung) antar tetangga, atar kampung, antar dkuh, ahkan antar desa satu dengan yang lainnya.
            Di samping itu, pada setiap pekarangan terdapat”pelataran” (Jawa) atau “buruan” (Sunda) yang dapat dipergunakan sebagai tempat bemain anak-anak sekampung. Adanya kolam tempat mandi atau sumur di dalam pekarangan, juga dapat  dipergunakan oleh orang-orang sekampung dengan bebas bahkan sekaligus merupakan tempat pertemuan mereka sebagai sarana komunikasi masa (Soemarwoto, 1978).
            Jadi, bagi masyarakat desa yang asli, pekarangan bkanlah milik pribadi yang”eksklusif”, melainkan juga mempunai fungsi sosial budaya di mana anggota masyarakat (termasuk anak-anak) dapat bebas mempergunakannya untuk keperluan-keperluan yang bersifat sosial kebudayaan pula.

2.3 Fungsi Hubungan Ekonomi
Selain fungsi hubungan sosial budaya, pekarangan juga memiliki fungsi hubungan ekonomi yang tidak kecil artinya bagi masyarakat yang hidup di pedesaan.
            Dari hasil survey pemanfaatan pekarangan di Kalasan, disimpulkan oleh Danoesastro (1978), sedikitnya ada empat fungsi pokok yang dipunyai pekarangan, yaitu (Tabel 1): sebagai sumber bahan makanan, sebagai penhasil tanaman perdagangan, sebagai penghasl tanaman rempah-rempah atau obat-obatan, dan juga sumber bebagai macam kayu-kayuan (untuk kayu nakar, bahan bangunan, maupun bahan kerajinan).
Tabel 1. Daftar berbagai macam tanaman di pekarangan petani di kelurahan Sampel, dikelompokkan menurut fungsina (Kecamatan Kalasan).

No.
Golongan Tanaman
Macam Tanamannya
I
Sumber bahan makanan tambahan :
1.    Tanaman karbohdrat

2.    Tanaman sayuran
3.    Buah-buahan

4.    Lain-lain

Ubikayu, ganyong, uwi, gembolo, tales,garut dll.
Mlinjo, koro, nangka, pete.
Pepaya, salak, mangga, jeruk, duku, jambu, pakel, mundu, dll.
Sirih.
II
Tanaman perdagangan
Kelapa, cengkeh, rambutan.
III
Rempah-rempah, obat-obatan.
Jahe, laos, kunir, kencur, dll.
IV
Kayu-kayuan:
1.    Kayu bakar
2.    Bahan bangunan
3.    Bahan kerajinan

Munggur, mahoni, lmtoro.
Jati, sono, bambu, wadang.
Bambu, pandan, dll.

            Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebutlah, maka Danoesastro (1977) sampai pada kesimpulan bahwa bagi masyarakat pedesaan, pekarangan dapat dipandang sebagai “lumbung hidup” yang tiap tahun diperlukan untuk mengatasi paceklik, dan sekaligus juga merupakan “terugval basis” atau pangkalan induk yang sewaktu-waktu dapat dimabil manfaatnya apabila usahatani di sawah atau tegalan mengalami bencana atau kegagalan akibat serangan hama/penyakit, banjir, kekeringan dan bencana alam yang lain.

2.4 Fungsi Hubungan Biofisika
            Pada pandangan pertama, bagi orang “kota” yang baru pertama kali turun masuk desa, akan nampak olehnya sistem pekarangan yang ditanami secara acak-acakan dengan segala macam jenis tanaman dan sering pula menimbukan kesan “menjijikkan” karena adanya kotoran hewan ternak di sana sini. Namun, dalam penelitian menunjukkan, bahwa keadaan serupa itu adalah merupakan manifestasi kemanunggalan manusia dengan lingkungannya sebagaimana yang telah diajarkan nenek moyangnya.
            Di daerah Sunda misalnya, tetapi terdapat pandangan ang oleh Hidding (1935) disebutkan:
“Manusia adalah bagian dalam dan dari satu kesatuan yang besar Semua mempunai tempat sendiri dari tidak ada sesuatu yang berdiri sendiri dalam teori kebatinan Jawa, disebutkan bahwa sesuatu yang ada dan yang hidup pada pokoknya satu dan tunggal. Bahkan, justru pola pengusahaan pekarangan seperti itulah ternyata, yang secara alamiah diakui sebagi persyaratan demi berlangsungnya proses daur ulang (recycling) secara natural (alami) yang paling efektif dan efisien, sehingga pada kehidupan masyarakat desa tidak mengenal zat buangan. Apa yang menjadi zat buangan dari suatu proses, merupakan sumberdaya yang dipergunakan dalam proses berikutnya yang lain. Sebagai contoh, segala macam sampah dan kotoran ternak dikumpulkan menjadi kompos untuk pupuk tanaman. Sisa dapur, sisa-sisa makanan, kotoran manusia dan ternak dibuang ke kolam untuk dimakan ikan. Ikan dan hasil tanaman (daun, bunga, atau buahnya) dimakan manusia, kotoran manusia dan sampah dibuang ke kolam atau untuk kompos, demikian seterusnya tanpa berhenti dan berulang-ulang.
            Dengan demikian kalaupun dalam proses kemajuan peradaban manusia ada sesuatu yang perlu diperbaki seperti: pembuatan jamban
 Keluarga di atas kolam, sistem daur ulang yang tidak baik dan efisiensi harus tetap terjaga kelangsungannya.

2.5 Dampak Modernisasi Yang Memprihatinkan
            Tetapi sayang, berbaai fungsi dari pekarangan yang begitu kompleks dan mencakup banyak segi kehidupan manusia serta pelestarian lingkungan itu kan mengalami “erosi” yang memprihatinkan karena sering hanya dijadikan korban untuk memenuhi alasan “modernisasi”.
Proyek-proyek pembangunan industri dan prasarana lain di desa pinggiran sering kurang memperhitungkan bahwa, pembangunan kompleks perumahan karyawannya yang terlampau mewah dibandingkan dengan perumahan penhuni asli dan yang dipagar keliling rapat serta mewah pula itu merupakan isolasi bagi masyarakat penatang dengan lingkungannya yang bisa menimbulkan ketegangan sosial dan kriminalitas.
Lebih-lebih jika pembangunan itu sendiri membutuhkan tanah urug yang harus diambilkan dari tanah lapisan aas (top soil) pekarangan penduduk di sekitarnya. Penduduk asli tidak saja menjadi kehilangan “lumbung hidup” atau “pangkalan induknya” karena pekarangan dan tegalannya tidak produktif lagi, tetapi sekalgus kualitas lingkungannya menjadi rusak karena daur ualng idak lagi berlangsung lancar.
Pengaruh pembangunan yang kurang bijak, modernisasi perumahan yang mengganti  tanaman pekarangan menjadi tanaman hias dan agar hidup yang berubah menjadi tembol atau tulang besi, sebenarnya sangat disayangkan. Modernisasi memang harus tumbuh, tetapi bkan dengan merusak lingkungan hidup. Peningkatan kesejahteraan lahiriah memang salah satu tuntutan hidup, tetapi bukan dengan menciptakan masayarakat eksklusif yang mengisolir diri. Kurangnya halaman tempat bermain bagi anak-anak mungkin saja dapat dialihkan, tetapi keakraban anak-anak sekampung yang merenggang akan dapat berbalik menjadi iri dengki, dan dendam yang tersembuni. Itulah masalahnya.

2.6 Tanaman Obat
            Tanaman obat di pekarangan rumah memiliki fungsi ganda. Selain sebagai dekorasi halaman, tanaman obat berfungsi sebagai ramuan alami untuk mengobati berbagai penyakit yang seringkali timbul. Masyarakat dewasa ini telah memahami bahwa tanaman obat selain sangat berguna buat menyembuhkan berbagai penyakit, tanaman ini juga banyak dibutuhkan oleh banyak industri obat-obatan, rumah sakit, dan perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang penjualan produk kesehatan.
Sejak puluhan tahun yang lalu, masyarakat di beberapa Negara-negara Eropa, Arab, China, dan India mulai menekuni gaya hidup Back To Nature. Mereka meyakini bahwa pemanfaatan bahan-bahan yang bersifat alamiah lebih diterima (acceptable) oleh tubuh manusia dibandingkan dengan penggunaan bahan-bahan yang bersifat sintetik, walaupun mereka tahu betul bahwa khasiat pemanfaatan bahan-bahan yang alami cenderung relatif lambat.
Kini kecendrungan untuk kembali ke alam sudah bersifat global, ditandai dengan maraknya produk bahan alam baik dari dalam maupun dari luar negeri dengan berbagai macam label dan merk, baik itu produk obat-obatan, minuman kesehatan, dan makanan kesehatan yang didistribusikan melalui pemasaran multi level marketing (MLM) dan sebagainya.
Pilihan untuk memanfaatkan tanaman obat di pekarangan, perkebunan, maupun hasil hutan untuk berbagai pengobatan merupakan pilihan yang sangat tepat. Apalagi program pemerintah sekarang ini sangat gencar menghimbau seluruh masyarakat untuk menggalakan pemanfaatan obat yang asli bersumber dari tanaman obat Indonesia.
Back To Nature, itulah seruan ajakan yang semakin bergema di tengah-tengah pesatnya arus informasi teknologi dunia saat ini. Oleh karena itu, manfaatkanlah pekarangan rumah dengan menanam berbagai tanaman yang memiliki fungsi ganda, yakni, tanaman yang dapat memperindah pekarangan, tanaman yang berkhasiat obat dan tanaman yang memiliki nilai jual ekonomi



BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Pekarangan adalah tanah di sekitar perumahan, kebanyakan berpagar keliling, dan biasanya ditanami padat dengan beraneka macam tanaman semusim maupun tanaman tahunan untuk keperluan sendiri sehari-hari dan untuk diperdangkan. Pekarangan kebanyakan slng berdekaan, dan besama-sama membentuk kampung, dukuh, atau desa.
Lahan pekarangan sudah lama dikenal dan memiliki fungsi multiguna. Fungsi pekarangan adalah untuk menghasilkan : (1) bahan makan sebagai tambahan hasil sawah dan tegalnya; (2) sayur dan buah-buahan;  (3) unggas, ternak kecil dan ikan; (4) rempah, bumbu-bumbu dan wangi-wangian; (5) bahan kerajinan tangan; (7) uang tunai.
Tanaman obat di pekarangan rumah memiliki fungsi ganda. Selain sebagai dekorasi halaman, tanaman obat berfungsi sebagai ramuan alami untuk mengobati berbagai penyakit yang seringkali timbul.

3.2 Saran
            Perlu adanya perhatian khusus oleh pemerintah untuk memberikan pengarahan betapa pentingnya bertani di pekarangan rumah sebagai sumber kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA

Danoesastro, Haryono : “Tanaman Pekarangan dalam Usaha Meningkatkan Ketahanan Rakat Pedesaan”. Agro – Ekonomi. Maret 1978.

__________________-  : Survai Pekarangan Kecamatan Kalasan,kerjasama Fakultas Pertanian UGM  dengan Diperta Daerah Istimewa Yagyakarta.  1979.

__________________     : Pemanfaatan Pekarangan. Yayaan Pembina Fakulas Pertanian UGM. Yogyakarta, 1979.

Hidding, K.A.H. : Gebruiken en Godsdients der Soendaneezen G. Kolff & Co. Hal. 24. Batavia. 1975.

Soemarwotto, O  : “Pegaruh Lingkungan Proyek Pembangunan”. Prisma, N.3 Juli 1975.

_____________  : Ekologi Desa: Lingkungan Hidup dan Kualitas Hdup.  Prisma, No. 8, September 1978.

Terra, G.J.A. : Tuinbouw : Van Hall en C. Van de. Koppel : De Landbouw in de indische archpel.IIA, 1949. Terjemahan Haryono Danoesastro.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar